PRAGMATISME MASYARAKAT INDONESIA SEBAGAI TANTANGAN PENERAPAN BEM

Irvan Tadarru
3 min readDec 10, 2022

--

Masyarakat pada zaman modern punya kebebasan memilih kebutuhan baik primer, sekunder, dan tersier di dalam hidupku. Semakin kaburnya batas antara kebutuhan dan keinginan juga membuat masyarakat tergerus dengan sikap hedonisme. Terkadang pula, pilihan yang mereka ambil akan mereka sesali juga di kemudian hari. Fenomena pada masyarakat modern ini disebut pola pikir pragmatis, pola pikir yang mempertimbangkan suatu hal secara praktis tanpa sebuah idealisme ataupun visi yang jelas. Pragmatisme sendiri merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berpikir praktis, sempit dan instan. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa mau berpikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama.

Pragmatisme di dalam masyarakat juga banyak berpengaruh terhadap semakin buruknya kualitas bumi saat ini. Salah satu akibat yang jelas terlihat adalah perubahan iklim. Masyarakat pada beberapa dekade lalu berpikir pragmatis bahwa sumber energi saat itu adalah milik mereka, lantas sebab akibat daripada penggunaan energi yang tinggi tidak terlalu mereka hiraukan. Hingga pada suatu saat dampak-dampak perubahan iklim semakin jelas, kelompok masyarakat yang masih berpikir idealis mencoba berbagi pemikiran dan memperjuangkan bumi yang lebih baik kedepannya.

Salah satu faktor penyebab gerakan keberlanjutan saat ini mulai dipertimbangkan dan dilakukan oleh masyarakat adalah karena adanya teknik marketing yang diterapkan kelompok masyarakat yang masih idealis. Pada dasarnya, masyarakat yang baru mengikuti gerakan keberlanjutan ini mungkin saya tidak mengetahui visi apa yang ingin dicapai mereka kedepannya. Namun, mereka hanya mengikuti apa yang menjadi trend di pergaulannya.

Fenomena masyarakat pragmatis saat ini juga masih terdapat pada komunitas pengguna suatu bangunan. Oleh karena itu, perlu diterapkan mekanisme Building Environment Management mulai dari tahap desain, konstruksi, hingga operasional. Pada kasus bangunan yang sudah terbangun, mekanisme tersebut harus lebih ditekankan kepada penanaman nilai kepada setiap pengguna bangunan hingga mencapai kondisi para pengguna bangunan telah benar-benar menerapkan operasional bangunan yang baik.

Greenship dalam kriterianya menyaratkan juga kategori Building Environment Management atau Manajemen Lingkungan Bangunan. Kategori Building Environment Management dipandang perlu karena dalam bangunan baru perencanaan operasional bangunan yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain.

Dalam kategori BEM Greenship terdapat sub-kategori prasyarat yaitu Manajemen Dasar Sampah. Manajemen Dasar Sampah bertujuan untuk mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang. Dengan tolok ukur yaitu adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU №18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik, anorganik, dan B3. Secara teknis, pengelola bangunan wajib menyediakan segala kebutuhan terkait manajemen sampah yang diproduksi bangunan dan penghuninya. Tapi nyatanya, penyediaan fasilitas saja tidak cukup. Teknik marketing sangat diperlukan untuk menanamkan value dasar mengapa kegiatan ini perlu dilakukan. Saat awareness mulai muncul maka tindakan akan menjadi langkah selanjutnya. Kebanyakan pengelola bangunan hanya menyediakan fasilitas tanpa menanamkan awareness-nya terlebih dahulu.

Selain itu, terdapat sub kategori Kesepakatan dalam Melakukan Aktivitas Fit-Out. Seperti yang kita tahu, bahwa satu bangunan mungkin saja tidak hanya dipakai oleh satu perusahaan. Aktivitas Fit-Out sering kali akan mengubah value bangunan yang sudah ditetapkan sejak awal. Proses negosiasi dan kesepahaman perlu lebih ditingkatkan agar pihak manajemen bangunan dan tenant bisa memiliki visi yang sama untuk lingkungan tanpa mengurangi pertimbangan ekonomi.

Di luar dari kategori BEM, aktivitas operasional di dalam bangunan juga perlu sangat dipahami urgensinya oleh pengguna bangunan. Termasuk penggunaan lampu, penggunaan air, penggunaan peralatan listrik yang tidak bisa sepenuhnya diatur oleh manajemen bangunan. Teknik marketing internal perlu diterapkan khususnya kepada pengguna bangunan agar kondisi-kondisi tersebut dapat tercapai.

Pada akhirnya berpikir pragmatis tidak sepenuhnya buruk apabila keputusan yang diambil merupakan keputusan yang benar. Pihak yang memiliki idealisme lebih baik sejatinya mampu memasarkan pemikirannya kepada pengguna bangunan yang cenderung pragmatis agar tercipta ekosistem yang baik pula. Langkah selanjutnya adalah dengan menanamkan awareness agar setiap pengguna bangunan paham keputusan yang mereka ambil dan lakukan merupakan langkah yang harus dilanjutkan.

--

--